Senin, 18 April 2011

Kiat bercinta, berusaha cocok

Setiap orang tidak mungkin sama pemikiran, tujuan, dan keinginannya. Masing-masing orang memiliki tujuan dan keinginan masing-masing, kebutuhan masing-masing, dan jalan fikiran masing-masing.
Begitu pula dalam kehidupan rumah tangga. Setiap orang dituntut untuk hidup bersama dengan orang yang sama sekali berbeda, baik dalam jenis kelamin, fisik, pemikiran, tujuan, dan keinginan. Namun justru persatuan manusia yang berbeda inilah, hidup semakin indah dan berarti. Coba bayangkan, jika kehidupan ini semuanya sama; yang diciptakan hanya laki-laki saja atau wanita saja; hanya sifat gentleman saja atau feminim saja, tentu kehidupan ini sangat membosankan. Betul nggak?
Meski demikian, ternyata banyak diantara pasangan suami-istri yang tidak mau ngalah alias mau menangnya sendiri. Bahkan terkadang ada yang tidak berusaha menyamakan persepsi. Padahal jika usaha menyamakan persepsi tidak dilakukan, sudah pasti kehidupan rumah tangga akan berantakan. Yang akan terjadi adalah percekcokan dan perdebatan yang tiada henti, demi mencari kemenangan atau demi mencapai tujuan masing-masing.
Keharmonisan rumah tangga tidak akan terbina kecuali masing-masing pihak menghormati keinginan pasangannya. Sedangkan pasangan suami-istri pasti memiliki pemikiran dan keinginan yang berbeda, dan masing-masing keinginan tidak mungkin tercapai dalam waktu bersamaan. Titik-titik persamaan diantara mereka harus digali dan dipadukan. Memang tidak mungkin ada persamaan sepenuhnya, akan tetapi bukan berarti beda seluruhnya. Karena itu, suami-istri harus menghormati pemikiran dan keinginan pasangannya masing-masing.

Kiat bercinta, menerima apa adanya

Sikap saling menerima apa adanya harus menjadi pegangan bagi mereka yang menjalani kehidupan rumah tangga. Setiap sesuatu yang diterima apa adanya, maka akan terasa nikmat meskipun itu adalah sesuatu yang sangat sederhana. Sebaliknya, segala sesuatu yang kurang diterima apa adanya, tidak akan terasa nikmat meskipun itu adalah sesuatu yang istimewa.
Dalam masalah ekonomi, setiap orang tidaklah sama jatah atau pendapatanya. Karena itu seorang istri harus pandai bersikap. Dia harus mampu menenangkan hati suaminya dan memberikan spirit kesabaran akan adanya rizki yang dirasa kurang. Dia juga dituntut mampu memperlihatkan sikap menerima apa adanya, agar sang suami tidak gundah dan tertekan. Pertanyaanya, adakah wanita seperti ini? Jawabanya, tentu saja masih ada, selama kemauan dari diri Anda sendiri.
Istri yang baik tidak akan melakukan hal-hal yang akan menyakiti suaminya. Sebaliknya, dia akan selalu bersikap positif. Jika seorang istri dapat mengendalikan akal dan nafsunya, maka ia tidak akan membebani suaminya untuk mencari uang dengan cara-cara negatif, demi untuk memuaskan keinginannya. Banyak sekali koruptor yang melakukan korupsi gara-gara desakan gengsi dan prestise, terutama desakan istrinya untuk membeli ini dan membeli itu.
Ada sebuah kisah yang dapat diambil hikmahnya. Suatu hari, Ali ibn Abi Thalib terkejut melihat wajah istrinya, Fatimah, yang pucat pasi. Ali bertanya “Wahai istriku, mengapa wajahmu sangat pucat?”
“Sudah tiga hari saya tidak makan, karena tidak sesuap makananpun yang ada di rumah kita,” jawab Fatimah dengan nada lembut.
“Mengapa engkau tidak memberitahu aku,” tanya Ali.
“Karena ayahku (Nabi Saw) menasehatiku pada malam perkawinanku: ‘Wahai Fatimah, jika Ali membawa makanan untukmu, maka makanlah. Tetapi jika tidak membawa apapun, maka janganlah engkau memintanya’”.
Fatimah memang luar biasa! Mari kita berlomba-lomba menirunya.
Yang perlu dicatat. Jika peran istri telah di lakukan dengan benar, maka sorang suami wajib menerima. Misalnya, jika sang istri sudah berusaha masak dengan baik, tapi ternyata masih kurang memenuhi selera, maka harus diterima dengan lapang dada. Tidak perlu dicela atau dicaci. Karena hal itu akan membuat sakit hatinya.
Sikap saling menerima sebenarnya tidak hanya dalam masalah ekonomi, tetapi juga dalam segala hal. Pasangan suami-istri harus selalu menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing, sebagaimana diperintahkan oleh Allah Swt. Ketika Allah Swt menjelaskan masalah pernikahan, beliau menjelaskan dalam dua kata, yaitu “mawaddah” yang artinya mencintai karena kelebihanya, dan juga kata “rahmah” yang artinya mencintai kekurangannya. Surat Ar-Rum ayat 21 ini memberikan pesan implisit kepada kita: “Jika Anda ingin bahagia, maka dua tips dari Zat Yang Maha Pencipta cinta ini harus selalu dipegang teguh; mawaddah dan rahmah”.

Kiat bercinta, saling bermusyawarah

Dalam hubungan rumah tangga, timbulnya perselisihan atau perbedaan pendapat adalah satu hal yang wajar. Justru dari sinilah terdapat hikmah yang cukup besar. Dengan adanya permasalahan, rumah tangga akan semakin bermakna dan lebih terasa indah. Kurang sempurna jika sebuah rumah tangga hanya lempeng-lempeng saja. Akan tetapi banyak juga pasutri yang tidak tahan menghadapi problem, sehingga yang terjadi adalalah percekcokan dan perang mulut yang tiada akhir. Yang akan terjadi kemudian adalah rumah tangga terasa bagaikan neraka.
Untuk membangun kehidupan rumah tangga yang langgeng dan siap menghadapi beragam cobaan, Islam mengajarkan musyawarah. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَشَاوِرْهُمْ فِى اْلأَمْـرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”.
(Q.S. Ali ‘Imran: 159).

Untuk menyelesaikan sekian banyak persoalan dalam bahtera keluarga, suami istri perlu senantiasa bermusyawarah demi kebaikan bersama. Karena dengan musyawarah, kata sepakat dapat dicapai untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan satu pihak saja. Dengan musyawarah, diharapkan suami istri akan mendapat inspirasi baru dan solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Dalam menunaikan tanggung jawab masing-masing, kadang-kadang bantuan dari pihak lain sangat diperlukan. Tidak ada salahnya seorang suami atau istri meminta bantuan pemikiran pada teman, saudara, orang tua, mertua dll, selama tidak menjadikan permasalahan semakin rumit atau menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Dalam musyawarah, yang dicari adalah kemufakatkan bersama dalam kebaikan, bukan menang atau kalah. Sehingga salah satu dari suami istri harus menerima dengan legowo jika pendapatnya tidak menjadi kesepakatan. Terutama lagi para suami, karena banyak sekali kaum Adam yang gengsi menerima pendapat sang istri meskipun itu adalah kebenaran. Mengalah bukan berarti kalah. Apalagi jatuh wibawa. Mengalah demi kebaikan adalah bukti kedewasaan berfikir dan bersikap yang sesungguhnya.

saling memafkan

Pasangan suami istri hendaknya tidak merasa bosan untuk saling mengingatkan dan memaafkan satu sama lain. Karena semua manusia yang jauh dari kesempurnaan sehingga tidak dapat lepas dari kemungkinan melakukan kekhilafan. Ini penting, karena tanpa saling maaf dan saling mengingatkan, kehidupan rumah tangga bisa kacau dan kian rumit, atau lebih sering terjadi pertengkaran karena diantara pasangan tersebut tidak mengedepankan sikap pemaaf.
Namun perlu dicatat, cara mengingatkan harus disertai kesopanan dan tanpa nada kasar atau bahkan melakukan kekerasan. Sebab jika yang dikasari adalah suami, maka sudah barang tentu dia akan marah karena merasa dilecehkan dan tidak dihormati. Sebaliknya, jika yang dikerasi adalah istri, maka dia akan jatuh mentalnya. Karena wanita sangat halus dan peka dengan keadaan. Maka harus super hati-hati. Nabi Saw bersabda:
اِنَّ الْمَرْاَةَ كَالضَّلْعِ اِذَا ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَّرْتَهَا وَاِنْ تَرَكْتَهَا اسْتَمَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Sesungguhnya wanita itu seperti tulang rusuk. Jika kamu coba untuk meluruskanya, ia akan patah. Tetapi jika engkau biarkan saja, maka kamu akan menikmatinya dalam keadaan bengkok”. (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, luruskanlah wanita dengan cara yang telah ditunjukkan oleh Allah. Wanita terlalu lembut untuk mendapat kekerasan dari seorang pria. Hal ini sesuai dengan syair yang ditulis Ghulam Fahluvi Karim :

Didiklah wanita dengan panduan dan ajaranNya
jangan coba meluluhkan mereka dengan harta
nanti mereka akan semakin liar.
Jangan menghibur mereka dengan kecantikan
Nanti mereka akan semakin menderita.
Kenalkan mereka kepada Tuhannya Dzat Yang Kekal
Karena di situlah sumbernya.

Akal wanita setipis rambutnya
Maka tebalkan ia dengan ilmu.
Hatinya serapuh kaca
Maka kuatkanlah dengan iman.
Perasaanya selembut sutera
Maka hiasilah dengan akhlak yang mulia.
Suburkanlah wanita, karena dari situlah
nanti akan tampak keagungan dan keadilan Tuhan.
Hibur dan bahagiakanlah hati mereka,
kendati mereka bukan seorang ratu cantik dunia, presiden,
atau perdana menteri sekalipun.

Bisikkan ke telinga mereka, bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan
bukan diskriminasi, sebaliknya disitulah bersemayam kasih sayang Tuhan.
Karena rahim wanita yang lembut
Itulah yang telah mengandung para lelaki perkasa,
Satria, para negarawan, pekerja keras, dan para bijak bestari atau yang lainya.
Tidak akan lahir superman tanpa superwoman.
Saling memaafkan dan saling mengingatkan dengan cara yang baik, adalah satu keharusan dalam rumah tangga. Mulailah memaafkan dan megingatkan dari satu hal yang kecil, niscaya satu hal yang besar tidak akan mungkin terjadi. Semoga…!

Rumus Cinta

Suami Memanjakan Istri, Istri Menghormati Suami
Wanita, bagiamanapun hebatnya, bagaimanpun dewasanya, bagaimanapun sucinya, mereka tetapalah wanita yang mempunyai kodrat kewanitaan. Wanita mempunyai kepribadian lemah, lembut, gemulai, feminis, dan segudang sifat indah lainnya, yang menjadikan wanita menjadi lebih sempurna. Sifat-sifat tersebut pada giliranya akan mempengaruhi cara berfikir mereka, cara mereka mengutarakan sesuatu, dan tentunya juga cara menyukai sesuatu. Karena itu, para suami harus mengerti, siapapun wanitanya, dari manapun asalnya, setinggi apapun pangkatnya, dan berapapun jumlahnya, asalkan dia tetap wanita, maka dia pasti senang bila mereka mendapat perhatian dengan cara dimanja.
Kaum wanita rata-rata tidak menyukai jika terlalu dianggap dewasa oleh suaminya. Mereka lebih suka diperlakukan layaknya anak-anak. Entah dibelai, dielus, digodain, dan hal-hal lain yang bersifat memanjakan. Oleh karena itu, para suami hendaknya selalu memanjakan istri. Jangan hanya saat pacaran, tapi setelah pernikahan juga. Karena para wanita selalu mengharap untuk kembali dalam indahnya cinta yang bersemi dahulu kala. Para suami yang mengerti akan hal ini, bisa menjadikan pernikahanya lebih indah daripada masa-masa pacaran.
Sedangkan kewajiban seorang wanita yang telah berstatus istri adalah patuh dan taat kepada suaminya. Kesetiaan istri kepada suaminya lebih diutamakan daripada keluarga terdekatnya sendiri. Nabi Saw bersabda:
لَوْكُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْاَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Jika aku (Nabi Saw) berwenang memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, tentu aku akan menyuruh istri sujud kepada suaminya”. (HR. at-Tirmidzi).

Istri hendaklah mematuhi perintah sang suami selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Andaikan suami menyuruh melakukan dosa, maka istri dibenarkan membantah. Hal ini bedasarkan sabda Nabi Saw:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَّةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوْفِ
“Tidak ada ketaatan untuk bermaksiat kepada Allah Swt. Sesungguhnya ketaatan hanya kepada hal-hal yang ma'ruf”. (HR. Bukhori).

Dari paparan hadits di atas, dapat kita pahami bahwa istri harus menghormati suaminya. Karena suami yang dihormati istrinya dengan sempurna, akan terdorong untuk membuktikan rasa cinta dan kasih sayangnya terhadap sang istri. Sebab dia telah mendapatkan haknya sebagai suami. Para suami yang berakal sehat tidak akan menilai istrinya sebagai wanita salehah, jika dia tidak menghilangkan sifat ingin mengungguli suaminya. Karena sejauh pengamatan kami, masih banyak wanita yang gengsi untuk mengalah dari suaminya.
Alhasil, sebagai pasangan yang baik, suami-istri harus tahu posisi masing-masing, dan membuktikan dengan sikap dan prilaku setiap hari. Jika hal ini dapat dilakukan, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi perselingkuhan apalagi perceraian.

Kiat bercinta, saling menghormati

Saling Menghormati
Sesungguhnya tatakrama yang baik dan budi pekerti yang bagus wajib di tegakkan diantara suami istri, atau dengan kata lain saling menghormati. Budi pekerti yang mulia merupakan pelita yang dapat menerangi kehidupan rumah tangga. Seorang suami akan meras senang jika dihormati oleh istrinya dan diajak saling pengertian yang sehat. Karena itu, seorang istri wajib menyebut kebaikan suaminya, membanggakan di tengah keluarga mereka. Seorang suami yang dihormati oleh istrinya, pasti ia akan lebih menghormatinya. Demikian pula, seorang istri yang sangat dihormati oleh suaminya, maka iapun akan bertambah hormat kepada sang suami.
Seorang istri yang merendahkan nilai suaminya, tidak mengakui keutamaannya, tidak menghormatinya, maka ia merupakan wanita yang tidak mendapat kasih sayang dari suaminya. Demikian pula, seorang suami yang tidak pernah mengakui keutamaan istrinya, dan iapun tidak menghormatinya, maka ia penyebab kebencian sang istri kepada dirinya.
Alangkah indahnya, jika seorang suami dan istrinya selalu saling menghormati, hidup rukun dan saling menghargai perasaan pasangannya masing-masing.
Sikap saling menghormati diantara suami istri akan mendatangkan perasaan saling menyayangi, saling menyatu dan saling membutuhkan.
Sesungguhnya tutur kata yang manis diantara suami istri akan mendatangkan saling pengertian, sehingga masing-masing pihak butuh kepada yang lain untuk melengkapi kebahagiaannya. Setiap orang ingin dihormati dan ingin dipuji. Seseorang akan meningkatkan prestasinya, jika ia menerima kalimat pujian dan penghargaan. Demikian pula, untuk mendapat pujian dan penghargaan istri, hendaknya seorang suami pandai memuji dan menghargai sang istri.
Jika seorang suami berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan materi bagi istrinya, apakah ia telah berfikir pula untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dan akalnya? Perlu diketahui bahwa kebutuhan jasmani yang terpenuhi akan segera lenyap, tetapi kebutuhan rohani membutuhkan pemuasan yang sempurna. Jika kepuasan tidak diperoleh seorang wanita, maka ia merasa sebagai sebuah patung yang mati.
Jika seorang suami mendapati berbagia kekurangan pada diri istrinya, maka sebaiknya ia tetap menghormatinya dan menghargainya, jangan sampai ia menegur langsung, apalagi menilainya jelek. Sebab, hal itu dapat menyakiti hatinya, dan mungkin ia akan bereaksi lebih keras. Adapun cara menegur yang paling mengena adalah pada saat seorang suami memuji sikap atau masalah lain dari yang dilakukan oleh istrinya, sehingga ia dapat mengambil perbandingan dari ucapan sang suami, pasti ia akan menyadari kekurangannya. Sebab hati seorang wanita mudah ditawan oleh seorang bijak yang penuh kasih sayang, karena hati wanita lebih peka dengan kebaikan daripada kekerasan. Karena itu, seorang suami wajib mengutamakan sikap lemah lembut nan bijaksana daripada sikap menuntut yang tidak wajar. Bila seorang suami ingin rumah tangganya harmonis, maka ia harus pandai memberi contoh sikap yang manis kepada istrinya.
Untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis, maka setiap orang dari pasangan suami istri harus berusaha menjadikan rumah tangganya sebagai tempat yang paling bahagia. Jika setiap tindak-tanduk dan tutur kata yang kasar kerap terjadi di luar rumah adalah suatu yang mengerikan, maka akan lebih mengerikan jika hal itu terjadi di dalam rumah sebuah rumah tangga. Patut disayangkan, jika sebagian orang selalu bertutur kata manis dengan kawan-kawanya di luar rumah, tetapi sikap itu tidak dapat mereka lakukan dengan keluarganya di dalam rumah. Padahal, budi pekerti luhur yang asli adalah yang dipraktekkan dalam rumah, sedangkan yang dipraktekkan di luar rumah adalah sikap sandiwara, seperti pakaian yang bagus biasa dipakai seorang di luar rumahnya, tetapi ia akan melepaskannya, jika ia telah kembali .
Maka tidak termasuk seorang yang bijak, jika seorang suami bersikap dan bertutur kata manis kepada orang lain di luar rumahnya, tetapi tidak demikian dengan keluarga di dalam rumah tangganya. Karena itu, Nabi Saw bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلاَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلاَهْلِى
Artinya; “Sebaik-baik lelaki diantara kalian adalah lelaki yang paling baik bagi keluarganya, dan aku (Nabi Saw) adalah lelaki yang paling baik bagi keluargaku “.

Kiat bercinta, saling menjaga kesetiaan

Saling Menjaga Kesetiaan
Kesetian dalam setiap hubungan apapun sangat di butuhkan. Pertemanan butuh kesetiaan, persaudaraan butuh kesetiaan, bahkan hubungan diantara binatangpun membutuhkan kesetiaan, apalagi dalam percintaan sehidup-semati seorang pasutri.
Bagi Anda yang menginginkan kebahagiaan abadi dalam rumah tangga, maka jagalah sifat setia ini. Jauhilah pikiran untuk menghianati pasangan. Mulailah kesetiaan dari hal-hal yang kecil. Biasakanlah untuk tidak melanggar apa yang telah Anda janjikan kepadanya. Dengan begitu, maka Anda tidak akan pernah melakukan kesalahan besar (apalagi selingkuh), karena Anda telah terbiasa untuk setia dalam hal-hal yang kecil.
Hubungan laki-laki dan wanita yang tidak didasari kesetiaan, tidak akan langgeng, sebagaimana kedzaliman yang pasti punah. Oleh karena itu, Anda harus menjaga jarak dari orang yang bukan mahram, demi kukuhnya kesetiaan ini. Sebab jika Anda dapat menjaga jarak dengan orang lain, atau ketika bertemu-pandang dengan lawan jenis, tentunya tidak akan melangkah lebih jauh. Karena Anda akan menyadari dampak negatif yang akan terjadi bila Anda melangkah lebih jauh lagi.
Lebih-lebih bagi para wanita yang mudah tergoda dengan kemegahan dunia, maka kesetiaan harus benar-benar dijaga. Kami bukan berniat melecehkan wanita, akan tetap memang demikianlah faktanya. Rata-rata wanita yang nyeleweng akibat tergoda oleh impian duniawi. Karena itu, semakin besar wanita dalam menjaga kesetiaan kepada sang suami, maka semakin tinggi pula pujian yang akan didapatkan dari Allah Swt, sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
“Wanita-wanita salehah ialah mereka yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. (QS. An-Nisa': 34)

Yang dimaksud memelihara diri dalam ayat di atas adalah menjaga diri dari perbuatan tercela dan selalu setia kepada sang suami ketia ia tidak di rumah, serta tidak menyerahkan diri dan harta suaminya kepada orang lain. Oleh karena itu, berbahagialah engkau wahai para wanita, karena engkau mendapatkan pujian langsung dari Allah Swt dengan kesetiaanmu.

Kiat bercinta, saling percaya

Saling Percaya dan Selalu Menjaga Kepercayaan
Salah satu tips yang dapat menjadikan rumah tangga bagaikan surga adalah saling percaya. Seseorang yang saling percaya, akan merasa bebas dan tidak tertekan. Dengan saling percaya, percekcokan dapat ditekan serendah mungkin.
Dalam rumah tangga, sikap saling percaya wajib hukumnya. Karena dalam menjalani hidup bersama dengan sang belahan jiwa, pasti tidak lepas dari cobaan-cobaan dan badai yang menghantam. Jika sikap saling percya selalu menjadi pegangaan, maka godaan-godaan itu tidak akan ada artinya. Ada masalah dihadapi berdua, ada kesulitan dihadapi besama. Ada gosip perselingkuhan tidak 'ngefek' sama sekali.
Namun perlu di catat, sikap saling percaya bukan berarti menghilangkan kewajiban untuk saling menasehati dan mengingatkan. Sikap saling menasehati harus tetap dijalankan, agar kehidupan rumah tangga tetap dalam koridor yang benar.
Ingat pesan orang bijak: “Orang yang baik adalah mereka yang mendapatkan kepercayaan dan ia selalu menjaga kepercayaan itu.” Karenanya, sebagai pasutri yang baik, jangan sampai Anda menyalahgunakan kepercayaan yang telah diamanatkan. Sekali anda mengkhiyanati amanat yang telah diembankan kepada anda, maka punah sudah kepercayaan selamanya. Simak dan renungkanlah syair berikut ini;

Berhati-hatilah ketika mengucapkan “Aku mencintaimu”,
karena ada tanggung jawab dan kepercayaan yang harus dibuktikan.
Dan pembuktian itu adalah proses tumbuhnya kepercayaan itu sendiri.
Pembuktian bahwa engkau siap untuk memberi, berkorban, merawat, dan melindungi orang yang engkau cintai.

Dan ketika semua tidak terbukti,
maka lenyaplah sudah kepercayaan orang yang engkau cintai kepadamu.
Tidak ada cinta tanpa kepercayaan.
Suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya,
seseorang kehilangan kepercayaan kepada sahabatnya,
rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya,
dan seorang anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya.
Semua karena pernyataan “Aku mencintaimu” tidak terbukti.

“Aku mencintaimu”
bukan sekedar kata atau ucapan,
tetapi lebih lagi tentang pernyataan jiwamu.
Jalan hidup tak selalu lurus, kadang berliku bahkan menanjak.
Di situlah ujian mencinta, dimana cinta dibuktikan dalam situasi-situasi sulit.
Dan hati menemukan rumahnya...
Hidup bahagia sebahagianya…
Ikhlas seikhlasnya…
Cinta secintanya…
Hingga tak ada tempat di hati bagi yang lain…
Karena cinta adalah cinta….

Jika anda ingin bahagia, maka bebaskanlah pikiran anda dari prasangka buruk atas pasangan Anda. Berilah dia kepercayaan, melebihi anda percaya pada diri anda sendiri. Dan bagi Anda yang sudah mendapatkan kepercayaan, maka jagalah kepercayaan itu melebihi Anda menjaga rahasia Anda sendiri.

Kiat bercinta, memperlihattkan cinta

Ketika Nabi Adam AS masih berada di surga, segala kebutuhannya dipenuhi oleh Allah Swt. Ibarat kata; mau makan tinggal pesan, mau minum tinggal pencet, mau tidur tinggal colling, maka Bidadari pun siap melayaninya. Segala jenis makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya sangat istimewa; tempat tidurnya dari permadani, gelas minumannya dari intan permata, piringnya dari berlian. Pendek kata, semua serba wah, serba lux, lengkap, enak, nikmat, dan seterusnya. Tinggal Nabi Adam mau minta apa?
Tapi dibalik segala kenikmatan itu, Adam merasakan ada sesuatu yang kurang. Hatinya terasa hambar dan gersang tanpa hadirnya sesuatu yang bernama; “cinta”. Akibatnya, kenikamatan surga yang tak tertuliskan oleh kata-kata, tak terbayangkan oleh mata, dan tak pernah terbesit dalam pikiran manusia, terasa hambar tanpa makna. Dari situlah Allah menciptakan Hawa agar dalam diri Adam muncul rasa cinta, sehingga kenikmatan surga bisa dirasakan dengan sempurna.
Cinta sepasang kekasih sering membuat mereka tidak menghiraukan apapun yang ada. Makan tak kenyang, tidur tak nyenyak, mandi terasa tak basah. Cinta yang sehebat ini, yang dapat merubah segalanya menjadi indah, kadang luluh lantak ditelan waktu. Hal itu disebabkan oleh kurangnya penjagaan terhadap cinta itu sendiri. Salah satu cara untuk menumbuhsuburkan kebahagiaan dalam rumah tangga, ialah dengan mengekspresikan tanda-tanda cinta.
Mengekspresikan tanda-tanda cinta, dapat dilakukan dengan:
Pertama; memberikan hadiah. Nabi Saw memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi hadiah, karena dengan itu akan reda kemarahan, hilang permusuhan, dan terbangun persatuan hati.
Seorang ulama menyampaikan maqalah:
اَوَّلُ الْمَحَبَّةِ إِعْطَاءُ الْهَدِيَّةِ
“Permulaan kasih sayang adalah memberikan hadiah”
Dengan memberikan hadiah, terdapat manfaat yang cukup banyak untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, diantaranya:
 Mempererat jalinan kasih sayang. Karena sudah sangat maklum, hadiah adalah salah satu bentuk kasih sayang dan perwujudan bentuk materil yang nyata.
 Menghilangkan ke-ngambek-an. Dengan hadiah yang menyenangkan, seorang kekasih yang sebelumnya ngambek, insya Allah hatinya akan cair lagi. Karena yang memberikan hadiah adalah kekasihnya, maka tidak akan dianggap suap (risywah) untuk menghilangkan kemarahan, akan tetapi akan dinilai sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang.
 Menambah rasa sayang. Karena dengan adanya hadiah, maka apa yang disampaikan oleh seorang pasangan tidak akan dianggap ngombal doank, akan tetapi juga dibuktikan dengan perbuatan.
Ini seklumit manfaat dari pemberian hadiah. Tentunya masih banyak lagi manfaat lainnya. Hadiah tidak harus banyak, sedikitpun tidak masalah asalkan disampaikan tepat waktu dan sesuai kondisi yang ada. Berilah dia sesuatu dalam situasi yang begitu romantis. Tekankan pemberian itu pada nilai romantisnya, bukan pada seberapa besar jumlahnya. Seperti hadiah yang diberikan bertepatan pada hari ulang tahunnya, memperingati hari jadi perkawinan, kelahiran anak, atau pada saat merayakan kesuksesannya.
Kedua; kata-kata yang melambangkan keromantisan.
Berilah kata-kata yang mengesankan bagi pasangan anda. Contohnya, ketika seorang istri lagi ulang tahun, maka bisikkan di telinganya “Selamat ulang tahun istriku sayang” atau katakan, “Hari ini ulang tahun kamu sayang…!” Atau jika tidak ada momen-momen tertentu, kata-kata romantis juga bisa disampaikan. Sebagaimana saat bertemu dengannya, tanyakan dengan nada yang serius, “Kok lesu banget sih, kamu sakit, ya?” Atau, “Kamu lagi ada masalah, ya?” Atau jika tidak mungkin bertemu, pakai sms atau surat saja, lalu tulis; “Sudah bangun belum? Ini sudah pagi lho…,” Atau “Jangan terlambat makan ya, nanti sakit maag..!!” Intinya, berikan ungkapan-ungkapan yang menunjukkan bahwa Anda sangat perhatian kepadanya.
Ketiga; memberikan semangat.
Termasuk sesuatu yang membuat terkesan pasangan adalah memberi spirit atau semangat saat dia menghadapi masalah. Ketika salah satu pasangan meghadapi masalah besar dan merasa kebingungan, maka kita harus tampil ke depan dan berupaya untuk menyelami jiwanya. Sikap seperti ini akan turut meringankan bebannya, sehingga akan menambah kasih sayangnya.
Keempat; selalu tersenyum.
Senyum merupakan lambang dari sikap bahagia dan rasa puas. Oleh karena itu, bagi seorang yang menjalani hubungan rumah tangga, hindari wajah yang tidak sedap di hadapan pasangannya, karena hal itu akan menimbulkan kerisauan di hatinya. Lebih-lebih bagi seorang istri, ia harus benar-benar menjaga mimik wajahnya di hadapan sang suami. Senyum seorang istri pada suaminya merupakan salah satu penyejuk yang dapat menyegarkan jiwa dan pikiran suami. Oleh sebab itu, istri yang banyak senyum juga akan lebih banyak merasakan kebahagian di banding istri yang miskin atau mahal senyum. Karena senyum mendatangkan kesejukan di hati, kegembiraan di wajah, dan rasa syukur yang terlihat nyata.

Kiat bercinta, saling mengerti dan memahami

Dalam ajaran Islam, terdapat konsep pacaran Islami berupa khitbah (meminang calon pasangan hidup). Islam mengajarkan, sebelum dilakukan pernikahan, pihak lelaki dianjurkan untuk melihat atau berbincang-bincang dengan calon pasangannya, yang bertujuan untuk mengenal dan memahami sifat-sifat calon pasangannya. Agar nanti setelah menikah, baik suami ataupun istri tidak menyesal karena telah memahami serta mengerti karakter pasangannya.
Setelah menikah, bagi suami atau istri, diperlukan usaha untuk menyatukan persepsi diantara keduanya. Mereka harus mencari motif-motif yang sama-sama disukai, dan menjauhi hal-hal yang sama-sama dibenci. Dengan begitu, keharmonisan rumah tangga akan mulai terbangun. Sebab, ketidak harmonisan rumah tangga biasanya dimulai dari kurang mengertinya salah satu pihak terhadap hobi dan kesukaran pasangannya. Atau kadang sudah saling mengerti, namun tidak ada yang mau mengalah.
Sikap pengertian jauh lebih berarti dari apapun juga. Karena dengan sikap mau mengerti, maka dia akan merasa nyaman dan nikmat hidup bersama kita. Manfaatnya, dia tidak akan berpikir untuk mencari pasangan lain, karena sudah merasakan kenyamanan yang didambakan.
Di belahan dunia manapun, yang dibutuhkan pasutri umumnya adalah saling pengertian. Tidak perlu harta yang banyak untuk menyatakan mereka. “Pas-pasan juga tidak masalah, yang penting mama mengerti papa, dan papa juga ngerti mama”. Apalah artinya rumah megah, mobil mewah, uang banyak, dan semua fasilitas tercukupi, namun seorang suami tidak mau mengerti kebutuhan istri. Maka hidup akan terasa hambar.

Kiat Bercinta, saling terbuka

Semua orang pasti ingin membangun rumah tangga yang harmonis. Rumah tangga yang selalu menghadirkan cinta dan keindahan setiap saat. Seorang istri merasa ingin selalu dimanja suaminya setiap saat, dan seorang suami selalu ingin menjadi laki-laki yang sempurna dan berwibawa di hadapan istrinya. Ia ingin selalu menjadi pelindung bagi istrinya.
Banyak yang salah persepsi, bahwa keromantisan hanya diperlukan pada awal-awal perkenalan, sedangkan setelah pernikahan semua itu tidak lagi dibutuhkan, karena tidak ada gunanya lagi. Persepsi seperti itu jelas salah kaprah. Setelah adanya pernikahan, kemesraan justru harus semakin meningkat. Karena jika keromantisan dihilangkan, maka pernikahan kurang sempurna dan kurang terasa indah. Hal itu justru dapat menyebabkan ketidak harmonisan rumah tangga.
Nabi SAW yang menjadi panutan seluruh manusia di muka bumi, selalu memperlihatkan keromantisan di hadapan istri-istrinya. Ketika memanggil Aisyah, Nabi menyebutnya humaira' (wanita yang kemerah-merahan pipinya). Hal ini membuktikan betapa pentingnya menghiasi keromantisan dalam rumah tangga.
Lepas dari itu semua, masih banyak suami ataupun istri yang belum mengerti kiat-kiat untuk menjaga keromantisan rumah tangga. Banyak pula yang belum sadar tentang kewajiban masing-masing. Biasanya yang lebih dipahami adalah hak mereka saja, sementara kewajibannya dilupakan. Padahal seharusnya kewajiban itu didahulukan daripada hak.
Di bawah ini akan kami uraikan kiat-kiat berumah tangga agar tetap harmonis dan romantis, serta kiat-kiat untuk mempersiapkan diri menghadapi jenjang pernikahan.
Saling Terbuka Satu Sama Yang Lain
Seorang pasutri ibarat tangkai dan bunga, air dan lumut, raja dan permaisuri. Artinya, mereka adalah satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kesulitan yang dialami seorang istri juga menjadi beban suaminya. Kebahagian seorang suami juga akan dirasakan oleh sang istri. Oleh karena itu, pasangan suami-istri harus saling terbuka dan menghilangkan jarak diantara mereka sesuai dengan porsinya masing-masing. Keterbukaan yang tidak sampai membuat seorang suami kehilangan wibawanya. Hal ini diperlukan agar seorang istri ataupun suami merasa tidak terkekang, sekaligus dapat merasakan kebebasan dalam kehidupan berumah tangga.
Pasutri yang tidak membangun keterbukaan dalam rumah tangga, akan berdampak kurang baik, diantaranya:
 Salah satu pasangan merasa tidak betah dengan situasi yang ada.
 Menyembunyikan sesuatu yang seharusnya diketahui pasangannya.
 Tidak punya keberanian untuk menyampaikan unek-uneknya.
 Kurang adanya musyawarah diantara mereka, padahal Islam selalu menganjurkan untuk bermusyawarah “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. (Q.S. Ali ‘Imron: 159).
 Kurangnya masukan atau nasehat dari salah satu pasangan, padahal Islam menganjurkan untuk saling menasehati.
 Mengakibatkan perselingkuhan atau mencari “kebahagiaan” di luar, disebabkan kurang adanya perhatian.
Ini hanya sedikit dampak negatif dari tidak adanya keterbukaan dalam rumah tangga. Saran kami, hilangkanlah jarak diantara kalian. Namun jangan sampai berlebihan, karena sesuatu yang berlebihan juga kurang baik.

Bercinta setelah Nikah jauh lebih nikmat

Betapa indahnya agama Islam, ia mengatur cinta sesuai dengan naluri setiap makhluk Tuhan. Cinta antar manusia tentu tidak sama dengan cinta antar binatang, atau bahkan cinta Malaikat kepada Allah. Sebab diantara mereka mumpunyai perbedaan yang sangat jauh, baik dalam segi naluri atau etika dalam menjaga dan menjalin cinta yang suci. Oleh sebab itu, diaturlah naluri yang ada pada manusia dengan prinsip-prinsip yang bisa menjaga kesucian dan kebersihan kemanusiaan itu. Menurut Islam, keluarga harus terbentuk melalui pernikahan yang sah, hingga ketika ada sejoli yang hidup bersama tanpa melalui pernikahan yang sah, dianggap sebuah pelanggaran terhadap tatanan norma-norma kemanusiaan dan keagamaan.
Pernikahan oleh Islam diposisikan sebagai satu hal yang bersifat sakral, yang di dalamnya mengandung nilai-nilai vertikal maupun horizontal. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan kehidupan manusia yang beradab dan jauh dari praktek kebinatangan. Sebagian dari legalitas al-Qur’an dalam menuntun lembaga pernikahan ialah:
وَمِنْ أَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْآ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ، إِنَّ فِيْ ذٰلِكَ َلأٰيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ (الروم : 21)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum 21).

Selain ayat al-Quran yang begitu banyak dalam memberikan anjuran untuk menikah, terdapat pula hadis Nabi, diantaranya yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.:
يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (الحديث)
“Wahai kawula muda, siapa diantara kalian yang sudah punya bekal menikah, maka menikahlah karena nikah itu lebih menjaga mata dan lebih menjaga kehormatan (farji). Dan barabg siapa yang belum mampu maka sebaiknya berpuasa, karena puasa itu menciptakan keseimbangan”. (HR. Bukhori)
Namun kenyataannya banyak orang yang takut untuk menikah. Banyak yang menyangka bahwa pacaran lebih indah, nyaman, dan enak dibandingkan setelah pernikahan. Padahal seseorang yang telah menikah, siapapun ia, baik laki-laki atau perempuan, pasti dapat memiliki pasangannya sepenuh hati dan akan merasakan cinta dan kasih sayang yang sebenarnya. Ketika sedih ada teman untuk mengadu, ketika susah ada tempat untuk curhat, apalagi ketika bahagia akan lebih indah dan terasa lebih sempurna. Yang paling penting lagi, pernikahan membuat kita bebas “bergaul” dengan pasangan dan berpahala, karena cinta kita telah dilegalkan oleh agama dan negara.
Selain itu, sesuatu yang dirasakan setelah pernikahan tidaklah sama ketika sebelum adanya ikatan nikah. Seorang yang telah menikah lebih megedepankan rasa empati dan mengurangi sifat egoisme. Rasa memiliki diantara keduanya menjadi sempurna, sehingga sangat pantas jika dalam bahasa Jawa disebut “garwo” alias sigare nyowo (separuh nyawa). Jika sebelum menikah lebih mengedapankan tuntutan masing-masing, setelah menikah akan memperioritaskan kewajiban masing-masing. Yang akan timbul selanjutnya adalah sifat saling mengalah demi membahagiakan pasangan masing-masing. Coba bandingkan dengan mereka yang masih pacaran, selalu cekcok demi satu tujuan, menuntut hak masing-masing, tanpa memperdulikan kondisi dan situasi dari pasangannya.
Pernikahan membawa berkah, pernikahan membawa keindahan, pernikahan menghilangkan egoisme, dan pernikahan mendatangkan rizki yang tidak disangka-sangka. Selamat menikah bagi Anda yang sudah saatnya menikah. Selamat menikmati babak baru yang penuh berkah dan penuh rahmat.

Jangan takut menikah

Sekitar 75% wanita dan 85% laki-laki yang takut menjalani pernikahan, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor:
Pertama; tidak cocok karena calonnya tidak sesuai impian. Inginnnya mencari pasangan yang sempurna. Segalanya harus perfec. Tidak ada kekurangan sedikitpun. Agamanya bagus, cakep, kaya, keturunan baik-baik, tinggi badan 170 cm, rambut berombak, cerdas, pinter, sabar, penyayang, keibuan, hafal Al-Qur'an, dll. Aduuh, banyak sekali…!! Yang demikian itu tentu susah didapat. Nggak tahu harus cari ke mana. Di super market jelas tidak ada. Akibatnya, setiap kali ada muslimah yang ditawarkan, selalu saja kandas di tengah jalan.
Kaum wanita juga punya kriteria-kriteria tertentu mengenai cowok idaman. Kaya, cakep, atletis, perlente, bergelar doktor atau profesor, minimal pegawai negeri, punya mobil, minimal punya motor Supra, romantis, pengertian, dll. Pokoknya selangit deh…! Karena kriteria-kriteria yang cukup sulit ini, maka banyak para cewek yang telat nikah.
Terkadang ada pemuda/pemudi yang sudah siap segalanya, baik di tinjau dari segi mental maupun penataan ekonomi. Jika Anda mempunyai teman seperti ini, atau mungkin dia itu Anda sendiri, maka perlu disadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jika sikap mental ini terus dipertahankan, maka sampai kapanpun Anda tidak akan pernah menemukan yang Anda impikan.
Karena itu, Rosulullah SAW memberikan arahan kepada umatnya, agar dalam memilih pasangan lebih memprioritaskan unsur agama dan akhlaknya:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلاَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرَبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat faktor: hartanya, keturunanya, kecantikanya, dan agamanya. Carilah wanita yang agamanya kuat, maka kamu akan beruntung”. (HR. Imam Muslim).

Artinya, jika Anda mempunyai kreteria khusus dalam memilih calon pasangan hidup, maka cukup satu saja yang ditekankan, semisal cantiknya saja, gantengnya saja, atau kayanya saja. Semua itu hak Anda masing-masing. Akan tetapi, jika ingin bahagia dunia-akhirat, maka pilihlah yang kuat imannya.
Kedua; merasa kemampuan ekonomi belum mencukupi. Merasa belum punya apa-apa untuk berumah tangga. Alasan ini cukup banyak diutarakan untuk melegitimasi pengunduran waktu pernikahan. Yang dimaksud belum punya apa-apa biasanya bermakna belum punya rumah sendiri, mobil sendiri, HP sendiri, kulkas sendiri, komputer sendiri, laptop sendiri, mesin cuci sendiri, dan seterusnya. Padahal orang yang akan menikah tidak harus memiliki hal-hal tersebut di atas. Rumah ngontrak dulu juga nggak apa-apa. Nggak ada mobil juga nggak masalah. HP, kulkas, atau komputer, tidak jadi syarat dalam pernikahan.
Banyak laki-laki yang kurang PD dengan persoalan ekonomi ini. Hampir sebagian besar problem yang dialami Kaum Adam adalah masalah ekonomi. Padahal sebenarnya mereka sangat mampu untuk memulai pernikahan, namun karena diawali rasa takut akhirnya tertunda terus-menerus.
Perlu diingat, rasa takut atau khawatir seperti itu sebenarnya hanya godaan untuk memperlambat ibadah yang sangat mulia ini.
Dikisahkan, ada seorang Sahabat yang mengeluhkan kondisi ekonominya yang sangat menjempit. Nabi SAW justru menyarankannya untuk menikah. Setelah menikah, ternyata kondisi ekonominya tetap sulit. Sahabat itupun datang lagi menemui Nabi SAW, lalu Nabi SAW menyarankan lagi untuk menikah. Hal itu terulang sampai tiga kali, sehingga Sahabat tersebut mempunyai tiga istri.
Ketika mengungkapkan kesulitanya kepada Nabi SAW untuk keempat kalinya, Nabi SAW tetap menyarankan untuk menikah lagi. Setelah melakukan pernikahanya yang keempat, ternyata kondisi ekonominya semakin hari semakin membaik, bahkan dia termasuk golongan orang kaya.
Dari kisah ini dapat diambil sebuah benang merah, bahwa pernikahan itu sebenarnya adalah pembuka pintu rizki bagi mereka yang masih kesulitan. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (النور : 32)
Artinya: “Dan nikahlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahaya perempuanmu. Jika mereka miskin, maka Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur: 32).
Bahkan di sebagian daerah, ada kiai yang menyarakan untuk melakukan pernikahan ulang (tajdidun nikah), jika pada saat berumah tangga mengalami krisis ekonomi. Ini membuktikan bahwa sebenarnya nikah adalah salah satu ibadah yang mendatangkan rizki. Jika tidak pecaya, buktikan sendiri!
Ketiga, pesan khusus dari orang tua kadang jadi penghalang untuk melangsungkan pernikahan. Sebenarnya sih udah pingin, tapi orang tua saya ingin begini dan begitu, demikian keluh mereka. Orang tua terkadang melarang padahal si anak udah ngebet banget. Alasannya macam-macam, seperti bantu orang tua dululah, rampungkan studimu, lanjutkan dulu karirmu, dll. Permintaan orang tua yang seperti ini sering membuat pemuda dan pemudi mikir lebih panjang tentang pernikahannya.
Sebenarnya tidak ada pertentangan antara menikah dengan berbakti kepada ortu. Secara umum, orang tua berkeinginan anaknya hidup bahagia. Oleh karena itu, kalau si anak mampu meyakinkan ortu tentang kehidupan rumah tangganya, insya Allah kalau mau nikah segera oke-oke saja kok.
Keempat, kekhawatiran tidak bahagia setelah menikah, merasa mental belum siap (minder) untuk menjalani pernikahan. Biasanya hal ini disebabkan beberapa alasan;
 Mempunyai persepsi bahwa nikah itu susah. Ini alasan klasik yang diungkapkan orang. Nikah itu susah, nggak usah terburu-buru. Belum lagi kalau udah punya anak, tambah susah lagi. Akhirnya pengunduran jadwal nikahpun jadi pilihan. Ada juga yang nggak pingin susah kemudian cari jalan pintas. Maunya enak melulu, tanpa mau tanggung jawab. Macem-macem solusinya, bisa pacaran yang terlalu lama, main ke sini, main ke situ, keluar ke sana, keluar ke situ, dan seterusnya.
 Merasa persaingan sangat ketat. Bukan berita baru bila jumlah muslimah hari ini membludak. Bahkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan bisa lebih dari satu banding dua. Akibatnya, banyak muslimah yang tersingkir dan tidak dapat jatah kaum pria. Ini bukan menakut-nakuti, tapi sungguhan. Namun percaya deh, Allah itu Maha Adil terhadap hamba-NYA.
 Pernah mengalami kegagalan dalam bercinta. Sebagian ikhwan maupun akhwat merasa trauma dengan peristiwa kegagalan yang menimpa. Pernah dilamar ataupun melamar tapi batal ataupun ditolak. Kadang tak cuma sekali tapi berkali-kali. Akibatnya, ia jadi putus asa dan takut mengalami hal serupa. Malu banget, demikian katanya. Apalagi bila kegagalannya sempat terdengar oleh teman-teman. Selain itu, terkadang trauma melihat kegagalan dua sejoli yang menikah dan kandas di tengah jalan, atau kadang disebabkan gagalnya pernikahan saudara-saudaranya, atau bahkan orang tunya. Padahal yang sering terjadi, umur sudah cukup dan kemapanan sudah cukup matang.
Memang benar kesiapan mental untuk menjalani pernikahan adalah sebuah keharusan. Kurang siapnya mental akan mempengaruhi kelangsungan rumah tangga. Dari sinilah perlu adanya motifasi orang terdekat untuk memberi semangat agar tidak takut atau khawatir untuk menjalani pernikahan, sebab takdir setiap orang tidaklah sama. Dan yang paling pasti, nikah adalah indah.
Bagi mereka yang selalu merasakan ketakutan untuk menikah dengan berbagai alasan, maka ia perlu untuk menghilangkan rasa takut itu, sebab dengan pernikahan hidup akan semakin indah, akan semakin bersemangat, akan semakin terasa bermakna dengan hadirnya seorang mendamping yang selalu ada setiap saat, baik suka maupun duka.

Cinta mengenal Ridlo Ilaho

Jika seseorang telah mempunyai kecocokan dengan pasangannya, lalu pacaran Islami terlaksana dengan benar, sementara orang tua sudah menyetujui, umur sudah mencukupi, ekonomi sudah tertata, maka hendaklah ia segera melangsungkan pernikahan yang sah. Karena jika tidak, maka kemungkinan terjerumus ke dalam jurang kenistaan menganga sangat besar. Seseorang yang sudah siap segala-galanya dalam hal pernikahan, tidak ada lagi istilah pacaran Islami baginya. Jika ia tetap menjalin pacaran, maka hukumnya diharamkan. Sebab pacaran Islami itu berfungsi untuk mengenal sifat, mengetahui paras, serta menyamakan persepsi dengan calon pendamping hidup. Jika dirasa sudah cukup, maka jejang selanjutnya adalah melaksanakan pernikahan, tidak yang lain.
Inilah saatnya menggapai ridla ilahi dengan jalan yang tepat, yakni melalui jenjang pernikahan. Namun perlu diingat, menikah bukan mainan, bukan hanya pemuasan nafsu belaka. Pernikahan harus didasari tujuan dan niat yang benar, diantaranya:
 Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
 Melanjutkan garis generasi Muslim sebagai pengemban risalah Islam.
 Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim yang kaffah.
 Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
 Menginginkan ketenangan jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan perilaku hina lainnya).
 Agar menjadi kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihah).
 Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi dan menguatkan ikatan kekeluargaan).
Dalam menyamakan persepsi dengan pandangan hidup, yakni melalui pacaran, tunangan, atau apalah namanya, yang dilakukan dalam jangka waktu yang terlalu lama, sejauh pengamatan kami, malah akan menimbulkan persoalan. Sebab, hubungan dalam pacaran hanya terjadi begitu saja tanpa arti apa–apa. Yang terjadi biasanya cuma janji-janji semu tanpa landasan yang kuat, sehingga sangat rapuh.
Pacaran yang lama biasanya menimbulkan dampak negatif sbb:
Pertama; sangat mudah untuk melakukan perbuatan haram. Pasangan yang lagi pacaran biasanya merasa saling memiliki, sehinggga bagi keduanya behak untuk saling menyentuh sana-sani, senggol sana-sini. Padahal tanpa disadari, semua itu adalah bujukan setan yang tentunya sangat diharamkan oleh agama. Apalagi jika sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua masing-masing, lebih gampang untuk melakukan keharaman, karena tidak ada yang menghalangi kumungkaran itu.
Sesuai penelitian yang kami lakukan, seseorang yang melakukan pacaran lama, hampir 97% pernah melakukan hal-hal yang berbau seks. Bahkan juga terkadang sampai terjadi perzinaan yang akhirnya hamil di luar nikah. Na'udzubillahi min dzalik.
Kedua; mudah rapuh karena godaan-godaan di sekitarnya, sebagaimana perselingkuhan dengan do’i yang lain. Seorang yang pacaran, masih merasakan kebebasan memilih yang lain. Belum ada beban mental dan tanggungjawab moral saat hubungan mereka putus di tengah jalan. Kenyataan ini sangat wajar, karena hubungan yang terbangun melalui pacaran tidak diikuti ikatan secara sah, baik ikatan keagamaan atau aturan kenegaraan.
Selain dampak di atas, menunda pernikahan juga akan berakibat kerusakan jiwa, kehancuran moral, dan kemerosotan psikis, disamping tertundanya kelahiran generasi penerus, tidak tenangnya rohani dan perasaan (Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah). Disamping itu, pacaran berakibat menumpuknya dosa yang harus dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Dalam pacaran, bersentuhan dengan lawan jenis bukan sesuatu yang tabu. Padahal Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi-sepi (berduaan) dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad)
Nabi SAW juga bersabda: “Sungguh kepala salah seorang diantara kamu yang ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Ingat, hubungan dua sejoli belum dikatakan sah dan benar, jika belum ada ikatan pernikahan. Untuk kelanjutan setelah pernikahan (rizki dll), serahkanlah kepada Allah Swt. Allah Swt lah yang akan mencukupi segala kebutuhannya setelah menikah.

mengenal sebelum nikah

Sebelum seseorang melangsungkan pernikahan, maka seorang laki-laki di perkenankan (bahkan dijanjurkan) melihat secara langsung wanita yang kelak akan mendampinginya. Dari siniah kami memulai pembahsan ini, dan sedikit memberikan sumbangsih pemikiran tentang perkenalan atau pacaran yang sesuai aturan syariat.
Ketika pertama kali mendengar istilah “pacaran”, maka yang terlintas di benak kita adalah hal-hal yang tabu, mesra, hot, dan lain-lain. Padahal kita sendiri sebenarnya belum mengenal sejauh mana pacaran itu? Ilegal ataukah tidak? Pernahkah Islam mengkonsepnya? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain seputar pacaran.
Dalam Islam, pacaran sebenarnya bukan merupakan hal yang tabu. Ketika sahabat Mughirah bin Syu’bah menghadap Rasulullah SAW. dan memberitahukan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita Anshor, lalu Nabi bertanya; “Apakah engkau sudah melihatnya?” Mughirah menjawab, “Belum!”. Kemudian Rasulullah SAW. Bersabda, “Lihatlah wanita yang hendak kau nikahi. Sesungguhnya melihat wanita yang akan dinikahi adalah hakmu”.
Dari hadits ini dapat ditarik benang merah, bahwa pacaran dalam Islam mempunyai legalitas tersendiri. Yang artinya, pacaran itu hukumnya sah-sah saja ketika kita memang hendak membangun mahligai rumah tangga. Islam memperkenalkan konsep khithbah (meminang) sebagai realisasi dari hukum di atas. Pacaran dalam Islam sudah diatur secara rapi oleh para ulama.
Kebolehan pacaran ini dimaksudkan agar kedua pasangan itu saling mengenal karakter masing-masing, serta untuk menyamakan persepsi diantara keduanya, disamping untuk mengenal secara fisik (shurah). Praktek pacaran Islam yang diperbolehkan adalah dengan berbincang-bincang, duduk bersama, namun harus disertai mahram. Dalam perbincangan itu tidak diperkenankan terjadi khalwah (berduaan di tempat sepi), sebab jika terjadi kholwah maka pasti ada pihak yang ketiga yang selalu membujuk untuk melakukan perbuatan asusila, yaitu Syauthan ar-Rajim.
Selain itu, pihak lelaki dibolehkan melihat sebagian anggota tubuh pasangan wanitanya, namun sebatas kedua telapak tangan dan wajah saja, tanpa adanya sentuhan-sentuhan yang membangkitkan nafsu seksual. Jika masih belum cukup, maka pihak lelaki dibolehkan melihat berulang kali, tapi tetap pada kedua anggota badan tersebut (tangan dan wajah). Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul penyesalan di kemudian hari.
Dengan melihat raut muka, maka sudah cukup untuk menilai paras, sifat, karakter, serta etika calon pasangannya. Sedangkan untuk menilai kesegaran, kehangatan, dan kepadatan “isinya,” cukup melihat kedua tangannya.
Apabila seseorang kesulitan untuk melihat langsung calon pendamping hidupnya, maka dianjurkan menyuruh orang lain (yang sejenis) untuk melihatnya. Hal ini pernah dilakukan Nabi SAW. ketika hendak meminang seorang wanita. Beliau bersabda kepada perempuan yang disuruhnya, “Lihatlah raut muka dan kedua telapak tangannya serta ciumlah bau badannya”.
Semua ini adalah konsep pengenalan atau pacaran dalam perspektif Islam.

Anugerah cinta

Cinta adalah anugerah Allah Swt. yang sangat istimewa. Dengan cinta manusia bisa menjalani kehidupan secara dinamis. Lika-liku cinta tidak akan pernah selesai dibicarakan. Karena cinta memiliki daya magis yang membuat manusia tidak bosan membicarakannya. Lain halnya dengan makhluk selain manusia, seperti binatang. Lika-liku cinta diantara mereka hanya berkisar pada pemuasan nafsu seksual belaka. Sementara lika-liku cinta di kalangan Malaikat hanya terbatas pada ketaatan mereka kepada Tuhan. Bandingkan dengan manusia yang hakikat cintanya mampu menggabungkan keduanya.
Karena itu, jika kita hendak memahami anugerah cinta, maka kita harus membiarkan cinta itu tumbuh apa adanya. Biarlah cinta itu sendiri yang berbicara. Biarlah rona-rona asmara merebak dalam jiwa tanpa didasari pamrih apa-apa. Jangan mengintervesi perasaan cinta dengan maksud-maksud lain di luar “dirinya sendiri”. Pendek kata, cinta sejati adalah cinta yang tidak didasarkan pada kebutuhan apa-apa. Cinta sejati tidak menginginkan apa-apa, pokoknya cinta! “Cinta adalah cinta,” demikian bunyi salah satu lirik lagu PADI. Atau dalam ungkapan sya’ir:
أُحِبُّكَ لاَأَرْجُوْ بِذَلِكَ أَمْوَالاً  وَلاَ أَرْتَجِىْ ثَوَابًا وَأَنْتَ مُرَادٌ
Aku mencintaimu, aku tak berharap apapun darimu, baik harta ataupun pakaian. Yang kuharapkan hanya engkau semata.

Cinta karena kecantikan, cinta karena kemolekan tubuh, cinta karena harta, cinta karena jabatan, semua itu bohong belaka dan bukanlah cinta sejati. Karena jika rasa cinta didasarkan atas predikat-predikat tersebut, ketika semua itu telah hilang atau berubah, maka akan pudar pula rasa cinta dalam hati. Karena yang dicintai bukanlah “cinta” itu sendiri, melainkan predikat-predikatnya.
Lepas dari itu semua, sering terjadi cinta kepada Allah Swt sering dikorbankan hanya karena cinta kepada makhluk-Nya, termasuk rasa cinta suami kepada istrinya. Padahal cinta antara suami dan istri, apalagi sebelum pernikahan, harus berlandaskan cinta kepada Ilahi. Jika cinta dengan sepenuh hati dipasrahkan kepada Sang Pencipta, maka Dia dengan rahmat-Nya akan menitipkan rasa cinta yang sejati di dalam hati para hamba dan makhluk-Nya.
Cinta kepada Allah Swt. dapat menjelma menjadi cinta suci diantara suami-istri. Cinta kepada-Nya menjadikan hubungan cinta suami-istri bebas dari ikatan rupa, derajat, keturunan, serta dapat mengikat dua hati menjadi satu.
Imam al-Ghazali menyatakn; “Apabila seseorang mencintai orang lain karena Allah Swt, maka hendaknya bila membencinya juga karena Allah Swt. Sebab puncak kecintaan kepada manusia mestilah karena ia amat taat kepada Allah Swt, ataupun karena ia dicintai Allah Swt disebabkan amalan-amalannya yang baik. Tetapi bila orang itu bermaksiat kepada-Nya, tentulah Anda akan membencinya karena ia mendurhakai Allah Swt dan terkutuk di sisi-Nya”.
Oleh sebab itu, marilah kita tuntun cinta kita ke jalan yang mulia dengan aturan-aturan agama, agar cinta tetap survive dalam kesuciannya

Rumus Fiqh dan singkatn ulama

Tabel Prosentase Zakat Maal
NO NAMA
MAAL NISHOB ZA-
KAT % KET
01 Beras 815,
758 Kg 1/10 =
81,5758 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
815,
758 Kg 1/20 =
40,7879 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
02 Gabah 1323,132 Kg 1/10 =
132,3132 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
1323,132 Kg 1/20 =
66,1566 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
03 Padi Ga-gang 1631,516 Kg 1/10 =
163,1516 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
1631,516 Kg 1/20 =
81,5758 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
04 Gan-dum 558,
654 Kg 1/10 =
55,8654 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
558,
654 Kg 1/20 =
27,9327 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
05 Emas 77,58 Gr 1/40 =
1,9395 Gr 2,5 % Dikeluar-kan setelah haul
06 Harta Daga-ngan 77,58 Gr 1/40 =
1,9395 Gr 2,5 % Diukur dengan emas dan dihitung setelah haul
07 Tam-bang Emas 77,58 Gr 1/40 =
1,9395 Gr 2,5 % Dikeluar-kan seketika
08 Rikaz Emas 77,58 Gr 1/20 =
15,516 Gr 20 % Dikeluar-kan seketika
09 Perak 543,
35 Gr 1/40 =
13,584 Gr 2,5 % Dikeluar-kan setelah haul
10 Harta Daga-ngan 543,
35 Gr 1/40 =
13,584 Gr 2,5 % Diukur dengan perak dan dihitung setelah haul
11 Tam-bang Perak 543,
35 Gr 1/40 =
13,584 Gr 2,5 % Dikeluar-kan seketika
12 Rikaz Perak 543,
35 Gr 1/5 =
108,67 Gr 2,5 % Dikeluar-kan seketika
13 Ka-cang Hijau 780,
036 Kg 1/10 =
78,0036 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
780,
036 Kg 1/20 =
39,0018 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
14 Ka-cang Tung-gak 756,
691 Kg 1/10 =
75,6691 Kg 10 % Tanpa biaya pengairan
756,
691 Kg 1/20 =
37,8345 Kg 5 % Dengan biaya pengairan
Catatan :
Emas pada keterangan di atas adalah emas murni. Sedangkan nishob emas tidak murni bisa dihitung dengan cara; Besar emas murni dibagi karatnya emas tidak murni. Lalu hasilnya dikalikan 24.
Contoh nishobnya emas 20 karat = 77,58 Gr (nishob emas murni) : 20 x 24 = 93,096 Gr.

B. Istilah Ukuran Dalam Kitab Fiqh
NO ISTILAH UKURAN DALAM FIQH UKURAN INDONESIA
01 1 Sho’ Gandum Menurut An-Nawawi 1862,18 Gr
02 1 Mud Gandum Menurut An-Nawawi 465,54 Gr
03 1 Sho’ Beras Putih 2719,19 Gr
04 1 Mud Beras Putih 679,79 Gr
05 1 Qiroth Menurut Imam Tsalatsah 0,215 Gr
06 1 Dirham Menurut Imam Tsalatsah 2,715 Gr
07 1 Misqol Menurut Imam Tsalatsah 3,879 Gr
08 1 Daniq 0,430 Gr
09 1 Dziro’ Menurut Ulama Iraq 62,4 Cm
1 Dziro’ Menurut Al-Ma’mun 41,666625 Cm
1 Dziro’ Menurut An-Nawawi 44,720 Cm
1 Dziro’ Menurut Ar-Rofi’i 44,820 Cm
10 Zakat Fitrah adalah 1 Sho’ 2,719 Kg
11 Rithl Baghdadi Menurut An-Nawawi 349,16 Gr
Rithl Baghdadi Menurut Ar-Rofi’i 353,49 Gr
12 Nishob Sariqoh Menurut Imam Tsalatsah 0,97 Gr
13 Air Dua Qullah Menurut An-Nawawi 174,580 Lt =
55,9 Cm3
Air Dua Qullah Menurut Ar-Rofi’i 176,245 Lt
14 Jarak Qoshor Sholat Menurut :
1. Ahmad Al-Husain Al-Mishri 94.500 m
2. Versi Al-Makmun 89.999,992 m
3. Kitab “Tanwirul Qulub” 86 Km
4. Hanafiyah 96 Km
5. Mayoritas Ulama’ 199.999,88 m
6. Kitab “Fiqhul Islam” 88,74 Km
C. Singkatan Nama-Nama Ulama’
NO SINGKATAN NAMA ULAMA
01 ر م Syihabuddin Ahmad bin Hamzah (Ar-Ramli Al-Kabir)
02 مر Syamsuddin Muhammad bin Ahmad (Ar-Ramli As-Shaghir)
(919 - 1004 H)
03 حج Ibnu Hamzah Al-Haitami (909 - 973 H)
04 خط Al-Khatib As-Syarbini (..... - 977 H)
05 ز ي Nuruddin Ali Az-Zayadi atau Az-Ziyadi (..... - 1024 H)
06 س م / س ب Syihabuddin bin Qasim Al-Abadi
(922 - 964 / 994 H)
07 ظ ب Nashiruddin Manshur At-Thablawi
(..... - 1014 H)
08 ب ر Abu Abdillah Muhammad bin Abd. Daim Al-Barmawi (763 - 831 H)
09 باج Al-Bajuri
(1198 - 1277 H)
10 أج Athiyyatullah bin Athiyyatul Burhan (..... - 190 H)
11 ح ف As-Syams Muhammad bin Salim Al-Hafnawi (1101 - 1181 H)
12 ش ق / ش ر ق Abdullah bin Hijaz bin Ibrahim As-Syarqawi
(1150 - 1226 / 1227 H)
13 حال / ح ل Nuruddin Ali bin Ibrahim Al-Halabi
(975 - 1044 H)
14 ع ش Ali Subramalisyi; Nuruddin Abu Dliya’ Ali bin Ali
(997 - 1087 H)
15 ق ل Syihabuddin Ahmad bin Salamah Al-Qalyubi (..... - 1069 H)
16 س ل Sulthan bin Ahmad Al-Mazakhi
(985 - 1075 H)
17 ع ن Muhammad Al-Inani
(..... - 1098 H)
18 ب ج Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairimi
19 خ ض Syams Muhammad Syaubari Al-Khadlri
(977 - 1069 H)
20 م د Hasan bin Ali Ahmad Al-Mudabighi
(..... - 1170 H)
21 ع ب / ع ب د Abdul Hamid; As-Syaikh Abdul Hamid Ad-Daghistani
22 أط Muhammad bin Manshur Al-Ithfihi Al-Mishri
23 ي Sayyid Abdullah bin Umar bin Abu Bakar Al-Alawi
(1209 - 1265 H)
24 ك / ك ر Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi (..... - 1194 H)

kalimat kalimat seputar kalam


1.     Dalam kitab-kitab berbahasa Arab, kita sering menemukan kata-kata Allahumma di tengah-tengah kalimat. Kehadirannya tentu saja membuat kita penasaran akan maksud dan tujuannya. Secara umum, kalimat Allahumma biasa digunakan dalam tiga tempat : (1) Sebagai do’a, yang artinya ”Ya Allah”. (2) Sebagai jawaban dari pertanyaan, dimana jawabannya untuk meyakinkan sang pendengar (penanya). Jika ada yang bertanyaأزيد قائم  (apakah Si Zaid berdiri?), maka sebagai jawabannya kita bisa mengatakan اللهم نعم. Dan (3) Digunakan untuk menunjukkan kelangkaan atau jarangnya terjadi. Bila ada ungkapan أنا أزورك اللهم (aku mengunjungimu Allahumma), maksudnya ialah, kehadiranku tanpa diundang ini jarang terjadi, dan sebelumnya memang tidak ada undangan). Termasuk kategori ketiga ini ialah ungkapan-ungkapan para penulis (muallif) di dalam kitab-kitab kuning : اللهم إلا ان يقال كذا. Selain itu, ada juga kalimat Allahumma yang berfungsi untuk memohon perlindungan).
2.     Nama-nama orang Arab acapkali beriringan dengan kata-kata bin / ibnu / binti, seperti yang ada dalam kitab-kitab klasik. Secara umum, penggunaan kata-kata tersebut terdapat di sembilan tempat:
1.     Bila dimudlafkan kepada isim dlamir, seperti :  هذا إبنك
2.     Bila dinisbatkan kepada kakeknya, seperti : محمد ابن شهاب التابعي.
3.     Bila dimudlafkan kepada selain bapaknya, seperti : مقداد ابن الاسواد.
        (Ket : Sebenarnya bapak Miqdad bernama Umar, namun Miqdad oleh Aswad dijadikan anak angkat).
            Contoh lainnya : محمد ابن الحنفية
        (Ket : al-Hanafiyah bukan nama ibunya juga bukan nama bapaknya).
4.     Perpindahan dari sifat menuju khabar, seperti : أظن محمدا ابن عبد الله
5.     Dari sifat menuju pertanyaan, seperti :  هل تيم ابن مرة
6.     Saat ditatsniyahkan seperti :
        زيد وعمر وابنا محمد
7.     Bila disebut tanpa nama, seperti :
        جاء ابن عبد الله
8.     Bila ditulis di permulaan, seperti :
        ابن مرزوقي
9.     Bila bertemu dengan sifat, seperti :
        زيد الفاضل ابن عمرو
        (Ket. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa lafadz Ibnatun/bintun (bentuk feminim), sama seperti lafadz ibn/bin) untuk laki-laki.


+++

Istilah-istilah dalam kitab kuning



v  Thoharoh
اَلطَّهَارَةُ
:   Menghilangkan hadats atau najis atau perbuatan yang searti dengan keduanya seperti tayammum.
اَلْمَاءُ المُطْلَقُ
:   Air yang tidak terikat dengan nama tertentu yang selalu melekat.
اَلْمُسْتَغْنَى عَنْهُ
:   Benda-benda yang bisa terhindar dari air, seperti lumut.
اَلتّغَيَّرُ الْحسّيُّ
:   Perubahan sifat-sifat air yang dapat dilihat.
التَّغيُّر التَقْديْريّ
:   Perubahan pada air yang tidak yang dapat dilihat.
المُخَالطُ
:   Benda yang campur dengan air (tidak bisa dipisahkan).
المجور
:   Benda yang tidak larut dalam air (Bisa dipisahkan atu dibedakan dengan air).
المائع
:   Barang cair.
الجامد
:   Bukan benda cair.
مَاءُ الثّلْجِ
:   Air yang turun dari langit dalam keadaan cair kemudian setelah sampai di bumi menjadi beku.
مَاءُ الْبَرَدِ
:   Air yang turun dari langit dalam keadaan membeku kemudian setelah jatuh ke bumi menjadi cair.







v  Wudlu’
الوُضُوءُ
:   Nama dari perbuatan-perbuatan tertentu yang terdiri dari rukun, syarat, kesunnahan dan hal-hal yang dimakruhkan.
الوَضُوءُ
:   Air yang disediakan untuk wudlu’.
اَلْمُحْدِثْ
:   Orang yang mempunyai hadats.
 الْكَشْفِيَّةِ
:   Rambut yang tebal.
الخَفيْفَةُ
:   Rambut tipis.
الشّكُّ
:   Kebimbangan yang didasar-kan bukti.
إطالَةُ الغُرَّةِ
:   Menambah basuhan pada muka melebihi kewajiban.
إطالَةُالتََّحْجِيْلِ
:   Berarti menambah basuhan pada kaki dan tangan, melebihi kewajiban yang ada.
الوَسْوَسُ
:   Kebimbangan mengikuti kata hati tanpa dasar atau bukti.

v  Ghuslu (Mandi)
الغُسْلُ
:   Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan disertai niat tertentu.
الغِسْلُ
:   Perkara yang dicampurkan ke dalam air yang digunakan untuk mandi seperti daun, sabun dll.
المَنِي المُسْتَحْكِم
:   Mani yang keluar secara normal.
المَنِي غَيْرُ المستحكم
:   Mani yang keluar secara tidak normal/sakit seperti ketika kantong sperma pecah.
الدَّلْكُ
:   Menggosok anggota badan ketika mandi.
 الْحَيْضُ
:   Darah yang keluar dari farji (Vagina) wanita yang sudah berumur sembilan tahun atau kurang sedikit (Kurang 16 hari) tidak karena sakit dan tidak karena baru melahirkan.
الإتِّصالُ المُعْتادُ
:   Terus menerus mengeluar-kan darah, yaitu sekira kapas dimasukkan ke dalam farji (vagina) masih ada darahnya.
 النِّفاسُ
:   Darah yang keluar dari farji (vagina) wanita setelah melahirkan.
الإسْتِحاضَةُ
:   Darah yang keluar dari farji (vagina) wanita selain haidl & nifas.



v  Najasah
النَّجاسَةُ
:   Benda-benda menjijikkan yang mencegah sahnya sholat ketika tidak ada hal-hal yang meringankan.
رُطوْبَةُ الْفرْجِ
:   Cairan (keringat) vagina.
النَّجاسَةُ الْعَيْنِيَّةُ
:   Najis yang dapat dilihat, dirasa dan di cium.
النجاسة الحكمية
 : Najis yang tidak bisa dideteksi oleh panca indra.
النَّجاسَة المُخَفَّفَةُ
:   Najis yang berupa air kencing anak laki-laki di bawah usia dua tahun yang hanya mengkonsumsi ASI dan obat-obatan.


النَّجاسَةُ المُغَلَّظَةُ
:   Najis babi atau anjing atau keturunan kedua binatang tersebut.
النَّجاسَة المتوسطة
:   Najis selain mugholladzoh dan mukhoffafah.
عُمُومُ الْبَلْوَىُ
:   Kejadian yang sering terjadi dan sulit untuk dihindari.

v  Tayammum
الْفَقْدُ الشَّرْعِىّ
:   Menemukan air dan memung kinkan untuk memakainya, namun dilarang oleh syara’.
 الفَقْدُ الْحِسّىِّ
:   Tidak adanya air.
التُّرَابُ المُسْتَعْمَلُ
:   Debu yang telah digunakan untuk mengusap anggota tayyamum baik yang masih melekat pada anggota atau sudah rontok.
حَدُّ الْغَوْثِ
:   Batas kewajiban mencari air, dengan kira-kira hentakan anak panah.
حدُّ الْقُرْبِ
:   Batas diwajibkan mencari air.
 حدُّ البُعْدِ
:   Batas tidak wajib mencari air meskipun ada air.
فاقدُ الطّهُورَيْنِ
:   Orang yang tidak menemukan dua alat bersuci (air & debu)
الْجبيرة
:   Bambu yang digunakan sebagai penutup luka.
العِصابَةُ
:   Pembalut luka
الغبار
:   Debu halus.






v  Sholat
الفَجْرُ الصَّادِقِ
:   Fajar yang sinarnya melintang dari utara ke selatan di ufuk sebelah timur.
الفجر الكاذب
:   Fajar yang keluar sebelum fajar shodiq, namun sinarnya membujur ke atas.
الوُجوْبُ المُوَسَّعُ
:   Wajib yang masih panjang atau lama waktunya.
 الرَوَاتِبُ
:   Sholat sunnah yang mengikuti sholat fardlu.
الرواتب المؤكد
:   Sholat sunnah yang waktunya mengikuti sholat fardlu dan dijadikan runtinitas oleh Nabi.
 النَفْلُ المُطْلَقُ
:   Sholat sunnah yang tidak mempunyai sebab dan tidak ditentukan waktunya.
المَأموْمُ المُوافِقُ
:   Ma’mum yang menemukan waktu yang cukup untuk membaca Al-Fatihah.
بَطِئُ القِرَاءةِ
:   Orang yang lambat bacaannnya.
نية المفارقة
:   Niat untuk berpisah dengan imam.
بَلَدُ الجُمْعَةِ
:   Tempat pemukiman Ahlu Jum’at baik berupa balad, qoryah atau mishir.
البَلَدُ
:   Pemukiman yang terdapat salah satu dari hakim syar’i, polisi atau pasar.
القَرْيَةُ
:   Pemukiman yang tidak terdapat hakim syar’i, polisi dan pasar.
المِصْرُ
:   Pemukiman yang terdapat hakim syar’i, polisi, pasar.
سورُ البَلدِ
:   Batas balad (Desa).

v  Janazah
الجَنازَةُ
:   Mayat yang ada dalam keranda.
الجِنازَةُ
:   Keranda mayat.
أهْلُ الفَرْضِ
:   Orang yang berkewajiban sholat janazah dan dapat menggugurkan kewajiban.
السّقْطُ
:   Orok yang keluar sebelum masa enam bulan.
الشّق
:   Liang cempuri.
اللحد
:   Liang lahat.
النّوح / النِّياحة
:   Menyebut-nyebut kebaikan mayat dengan suara keras, yang menimbulkan kesan tidak rela atas kepergiannya.
التّعزية
:   Melayat dengan disertai nasihat untuk bersabar atas musibah.
الشّهيد
:   Orang yang mati syahid.

v  Zakat
النصاب
:   Batas (ukuran) kewajiban mengeluarkan zakat.
الحول
:   Satu tahun penuh, sebagai batas waktu mengeluarkan zakat.
القوت
:   Bahan makanan pokok.
 الفقراء
:   Orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan yang mencukupi kehidupannya.
المساكين
:   Orang yang mempunyai harta namun belum mencukupi kebutuhan secara sempurna.
العامل
:   Orang yang diangkat Imam untuk mengurusi zakat.
 الغريم
:   Orang yang hutang karena ada hal yang dibenarkan syara’.
المؤلّف
:   Orang yang baru masuk Islam dan masih lemah imannya.
التّجارة
:   Berdagang dengan tujuan mendapatkan laba dengan disertai niat.
ابن السّبيل
:   Orang yang melewati baladuz zakat dengan perjalanan yang diperbolehkan oleh syara’.
سبيل الله
:   Pasukan perang yang tidak tercatat dalam buku daftar tentara yang mendapatkan gaji.
 المعدن
:   Harta tambang berupa emas dan perak.
الرّكاز الجاهِليّة
:   Harta yang disembunyikan di dalam tanah oleh orang-orang jahiliyah
المُعْسِرُ
:   Orang yang tidak mempunyai kelebihan untuk makan dirinya dan keluarganya di waktu siang dan malam.
v  Shoum
الصّوم
:   Menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa mulai Shubuh sampai Maghrib dengan niat tertentu.
السَحور
:   Makan ketika sahur
تَبْيِيتُ النّيَةِ
:   Melakukan niat di malam hari.
اليَوْمُ الشّكُّ
:   Tanggal 30 Sya’ban.
العاشُوراء
:   Hari ke 10 atau tanggal 10 bulan Muharrom.
اليوْمُ البيض
:   Hari atau tanggal ke 13, 14, 15 setiap bulan.
اليَوْم التّشْرِيكُ
:   Tiga hari setelah hari raya Qurban (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah).
 الوِصال
:   Puasa dua hari ke atas dan malamnya tanpa makan dan minum.
النُّخامَة
:   Dahak yang berasal dari otak atau perut.
المشقة الشديدة
:   Kepayahan yang berat sampai batas diperbolehkan bertayamum.
المرض اليسير
:   Sakit yang ringan sehingga belum diperbolehkan tayamum.
الفدية
:   Denda sebab tidak melakukan puasa berupa satu mud (sekitar 7 ons) dari makanan pokok.
الكفارة
:   Denda sebab menyalahi aturan puasa dengan sebab jima’ (bersetubuh).
الثقب
:   Lubang yang sangat kecil yang berada dikulit dan tidak bisa dilihat (pori-pori)



v  Haji
الحَجّ
:   Ibadah menuju Baitu Allah dalam rangka mengerjakan rangkaian manasik.
التّمتُّع
:   Haji dengan cara menyelesaikan ibadah haji terlebih dahulu kemudian baru melaksanakan ihram umrah.
الإفراد
:   Melaksanakan ihram umrah terlebih dahulu kemudian baru melaksanakan ihram haji.
القِرَنُ
:   Melakukan ihram haji dan umrah secara bersamaan.
المَرْمى
:   Lubang tempat berkumpulnya kerikil pelempar jumrah.
طواف إفاضة
:   Thawaf yang dilakukan setelah wuquf.
طواف قدوم
:   Thawaf yang dikerjakan saat datang ke Makkah.
طواف وداع
­­:   Thawaf yang dikerjakan karena pergi meninggalkan mekkah.
التَّحلّلُ الأوّلُ
:   Perbuatan yang mengakibat-kan diperbolehkan melakukan semua larangan ihram kecuali nikah dan bersetubuh dengan mengerjakan dua diantara tiga perbuatan, yaitu; Melempar jumrah pada tanggal 10 Dzulhijjah, Mencukur rambut paling sedikit tiga helai dan Thawaf Ifadloh.
التّحلُّل الثّانى
:   Melakukan satu perbuatan lagi diantara tiga perbuatan yang dilakukan, maka ia bebas dari semua larangan ihram.
لُبْسُ المَحيْطِ
:   Memakai sesuatu yang melingkari badan dengan cara dijahit, ditenun.
دَمُ التّرْتِيبُ
:   Denda yang wajib dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan yang memenuhi syarat qurban.
 دم التّخْيِيرُ
:   Denda yang boleh diganti dengan yang lain meskipun bisa menemukannya.
دمُ التّعْدِيلِ
:   Denda yang diganti dalam bentuk bahan makanan yang dibeli dengan nilainya hewan yang wajib di bayar.

v  Jual Beli (Bai’)
البَيْعُ
:   Melakukan akad untuk memilikkan barang dengan menerima harga atas dasar saling ridlo atau ijab qobul pada dua jenis harta.
الثَّمَنُ
:   Harga (mata uang) yang disepakati oleh kedua pihak.
المالُ
:   Sesuatu yang bisa dimiliki barangnya.
المُتَموَّلُ
:   Sesuatu yang punya nilai.
خيارُ المَجْلِسُ
:   Waktu terbatas yang diperbolehkan menetukan dua pilihan.
خيار الشرْط
:   Kesepakatan dua belah pihak atas waktu (3 hari) untuk menentukan pilihan antara meneruskan atau membatalkan transaksi.
خِيارُ العَيْب
:   Hak pilih untuk mengembali-kan barang yang disebabkan aib (cacat).
العَقْد الفاسِدُ
:   Akad yang rusak.
الفَسْخُ
:   Membatalkan transaksi.
ثمن المثل
:   Harga yang berlaku pada sebuah tempat dan waktu.
العَقْد الجائزُ مِن الطّرَفَيْن
:   Akad yang mana kedua belah pihak boleh membatal-kan transaksi kapan saja.
العقْد اللازِمُ مِن الطّرَفَيْن
:   Akad dimana kedua pihak boleh membatalkan transaksi.
العَقدُ اللازِمُ من احدها
:   Akad dimana salah satu kedua pihak boleh meng-gagalkan.
العَقدُ اللازِمُ من احدها مع اختِلافٍ في الأخَرِ
:   Akad dimana kedua pihak boleh menggagalkan dan pihak yang lain masih dipersilisihkan.
بيعُ المُعاطَة
:   Transaksi Jual beli tanpa menggunakan ijab qobul.
بيْعُ الإسْتِجْرارِ
:   Transaksi jual beli dengan cara pembeli mengambil barang sedikit demi sedikit.
بيع المُرابَحة
:   Menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembelian.
بيع الدّين بِالدّيْن
:   Menjual tanggungan dengan tanggungan lain.
بيعُ العَرايا
:   Menjual anggur atau kurma yang masih di atas pohon dengan anggur atau kurma yang kering. 
بيع المَلاقِيح
:   Menjual janin dalam kandungan.
بيع حَبْلِ الحبَلة
:   Menjual anak dari anaknya binatang yang akan dilahirkan.
بيع الصّرف
:   Menjual mata uang dengan mata uang.
تَفْرِيق الصّفْقَة
:   Menjual dua benda yang sah dijual dan benda yang tidak sah dijual secara bersmaan, dalam satu akad.

v  Macam-Macam Riba
رِبا الفَضْل
 : Penjualan barang ribawi dengan ada kelebihan tsaman atau mabi’.
ربا اليد
:   Penjualan barang ribawi tanpa ada penyerahan dari kedua belah pihak.
ربا النّساء
:   Penjualan barang ribawi dengan tempo.
رِبا القَرْْضِ
:   Hutang dengan mensyarat-kan keuntungan bagi pemberi piutang.

v  Hijr
الحِجْر
:   Pencegahan penggunaan harta.
أهْلِيّةُ التَبرُّع
:   Orang yang berhak meng-gunakan harta untuk hal-hal yang tidak ada gantinya.
المُفْلِس
:   Orang yang punya hutang banyak.
التَبْذيْرُ
:   Menggunakan harta bukan pada tempatnya.
الرُشْدُ
:   Pandai dalam penggunaan harta dan melaksanakan segala tuntunan agama.
السفيه
:   Lemah IQ-nya.
اتِحادُ القابِضِ والمُقْبِض
:   Berstatus sebagai penerima dan sekaligus menyerahkan.

v  Shuluh (Perdamaian)
الصُلْحُ
:   Perdamaian.
الصُُلْحُ المُعاوَضَة
:   Akad shuluh dengan cara mengganti barang yang disengketakan.
الصلح الحَطيْطَة
: Akad shuluh dengan cara mengambil sebagian barang yang disengketakan.

v  Ijaroh (Sewa)
الإجارَةُ
:   Akad sewa.
إِجارَةُ عيْنٍ
:   Akad sewa manfaat yang berhubungan langsung dengan sesuatu yang telah disewa.
إجارة في الذّمّةِ
:   Akad sewa benda yang tidak berhubungan langsung dengan sesuatu yang disewa tapi manfaatnya masih dalam tanggungan.
أُجْرةُ الْمِثْلِ
:   Ongkos yang berlaku pada sebuah daerah dan pada waktu itu.

v  Hibah (Pemberian Cuma-Cuma)
الهبَةُ
:   Pemberian tanpa imbalan pada seseorang dengan serah terima.
الصّدَقَةُ
:   Pemberian tanpa ada imbalan untuk mendapatkan pahala, tanpa menyebutkan serah terima.
الهدِيَّةُ
:   Pemberian tanpa ada imbalan untuk memuliyakan tanpa memakai serah terima.
الإِباحةُ
:   Memperbolehkan seseorang untuk mengambil barang.
 هِبَةٌ بالثّوَابِ
:   Pemberian dengan mensya-ratkan imbalan.
نقْلُ اليَدِ
:   Pemindahan kekuasaan.



v  Waqaf
الوَقْفُ
:   Melepaskan hak milik benda yang bisa diambil manfaatnya tanpa mengurangi bendanya.
المسْجِد
:   Tempat yang disediakan untuk sholat dan bisa digunakan untuk I’tikaf.
المُصلَّى
:   Tempat yang disediakan untuk sholat namun tidak bisa dibuat tempat untuk I’tikaf .
الناظِرُ
:   Orang yang bertugas mengurusi, meramaikan masjid, menyewakan benda wakaf, merawat mauquf dan penghasilannya sekaligus membagikan pada orang yang berhak menerima.
النّاظر الخص
:   Orang yang ditunjuk menjadi nadzir.
الناظر العام
:   Imam, Qodli, Hakim, Ulama’.
v  Nikah
الوَلِى المُجبِرُ
:   Wali yang berhak memaksa bikr (perawan) untuk menikah.
 المَهْرُ / الصَدَقُ
:   Manfaat atau harta yang wajib diserahkan kepada istri dengan sebab nikah, wathi’ syubhat atau mati.
المهْر المُسمَّى
:   Mahar yang disebutkan pada waktu akad nikah.
المهر المِثْل
:   Mahar yang biasa diberikan pada perempuan yang sederajat dengan istri.
 نِكاحُ المُتْعة
:   Nikah yang dibatasi dengan waktu.
نكاح المُحلل
:   Akad nikah dengan perjanjian ketika sudah disetubuhi akan ditalaq kembali.
نكاح الشِّغار
:   Pernikahan dengan perjanjian wali menikahkan anaknya atau saudara perempuan, maka si suami akan mengganti dengan anak saudara perempuannya untuk dinikahi si wali dengan meniadakan mahar yang wajib dibayar oleh keduanya.
البِكْر
:   Perempuan yang belum pernah diwathi’ baik dengan cara halal atau haram.
الثَيبُ
:   Perempuan yang hilang selaput  darahnya dengan sebab di wathi’ baik dengan cara halal atau haram.
العنَّة
:   Impotensi baik karena faktor psykis atau lemahnya syaraf-syaraf penis.
وطْءُ الشّبْهَة
:   Mengauli wanita lain yang disangka istri/amatnya (budak perempuan).
 الطّلاق البدعى
:   Mentalaq istri yang tidak hamil pada waktu haid/nifas dan pernah digauli atau pada waktu suci dan sudah digauli pada waktu suci tersebut.
الطّلاقُ السُّنِّى
:   Mentalaq istri yang belum pernah digauli pada waktu suci tersebut atau ketika haidl sebelumnya.
الطلاق الجائز
:   Mentalaq istri yang belum pernah digauli atau yang sudah mencapai menaupose, atau ketika hamil atau waktu kecil.
الطلاق الباَئِنِ
:   Thalaq yang tidak bisa dirujuk kembali, kecuali dengan memperbaharui akad nikah dan dengan adanya muhallil.
الخُلْعُ
:   Perceraian berdasarkan permintaaan istri dengan syarat menyerahkan ganti rugi pada suami.
المحَلِّلُ
:   Lelaki yang menikahi perempuan yang tertalaq tiga, dengan tujuan bisa dinikahi oleh suami pertama.
العدَّةُ
:   Masa penantian seorang wanita yang ditinggal mati atau diceraikan suaminya atau wathi’ syubhat.
الاِسْتِبْراءُ
:   Masa penantian seorang budak perempuan disebab-kan berganti tuan, dimerdeka-kan atau dithalaq suaminya.
الإحْدَادُ
:   Tidak merias diri karena ditinggal mati suaminya.
البَرَصُ
:   Warna putih kulit yang menghilangkan merah darah-nya kulit dan daging sekitar-nya.
الرَتَقُ
:   Tertutupnya lubang vagina disebabkan daging.
القرن
:   Tertutupnya lubang vagina disebabkan tulang.
النشُوزُ
:   Tidak menta’ati segala kewajiban terhadap suami.