Senin, 18 April 2011

mengenal sebelum nikah

Sebelum seseorang melangsungkan pernikahan, maka seorang laki-laki di perkenankan (bahkan dijanjurkan) melihat secara langsung wanita yang kelak akan mendampinginya. Dari siniah kami memulai pembahsan ini, dan sedikit memberikan sumbangsih pemikiran tentang perkenalan atau pacaran yang sesuai aturan syariat.
Ketika pertama kali mendengar istilah “pacaran”, maka yang terlintas di benak kita adalah hal-hal yang tabu, mesra, hot, dan lain-lain. Padahal kita sendiri sebenarnya belum mengenal sejauh mana pacaran itu? Ilegal ataukah tidak? Pernahkah Islam mengkonsepnya? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain seputar pacaran.
Dalam Islam, pacaran sebenarnya bukan merupakan hal yang tabu. Ketika sahabat Mughirah bin Syu’bah menghadap Rasulullah SAW. dan memberitahukan bahwa dirinya akan menikahi seorang wanita Anshor, lalu Nabi bertanya; “Apakah engkau sudah melihatnya?” Mughirah menjawab, “Belum!”. Kemudian Rasulullah SAW. Bersabda, “Lihatlah wanita yang hendak kau nikahi. Sesungguhnya melihat wanita yang akan dinikahi adalah hakmu”.
Dari hadits ini dapat ditarik benang merah, bahwa pacaran dalam Islam mempunyai legalitas tersendiri. Yang artinya, pacaran itu hukumnya sah-sah saja ketika kita memang hendak membangun mahligai rumah tangga. Islam memperkenalkan konsep khithbah (meminang) sebagai realisasi dari hukum di atas. Pacaran dalam Islam sudah diatur secara rapi oleh para ulama.
Kebolehan pacaran ini dimaksudkan agar kedua pasangan itu saling mengenal karakter masing-masing, serta untuk menyamakan persepsi diantara keduanya, disamping untuk mengenal secara fisik (shurah). Praktek pacaran Islam yang diperbolehkan adalah dengan berbincang-bincang, duduk bersama, namun harus disertai mahram. Dalam perbincangan itu tidak diperkenankan terjadi khalwah (berduaan di tempat sepi), sebab jika terjadi kholwah maka pasti ada pihak yang ketiga yang selalu membujuk untuk melakukan perbuatan asusila, yaitu Syauthan ar-Rajim.
Selain itu, pihak lelaki dibolehkan melihat sebagian anggota tubuh pasangan wanitanya, namun sebatas kedua telapak tangan dan wajah saja, tanpa adanya sentuhan-sentuhan yang membangkitkan nafsu seksual. Jika masih belum cukup, maka pihak lelaki dibolehkan melihat berulang kali, tapi tetap pada kedua anggota badan tersebut (tangan dan wajah). Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul penyesalan di kemudian hari.
Dengan melihat raut muka, maka sudah cukup untuk menilai paras, sifat, karakter, serta etika calon pasangannya. Sedangkan untuk menilai kesegaran, kehangatan, dan kepadatan “isinya,” cukup melihat kedua tangannya.
Apabila seseorang kesulitan untuk melihat langsung calon pendamping hidupnya, maka dianjurkan menyuruh orang lain (yang sejenis) untuk melihatnya. Hal ini pernah dilakukan Nabi SAW. ketika hendak meminang seorang wanita. Beliau bersabda kepada perempuan yang disuruhnya, “Lihatlah raut muka dan kedua telapak tangannya serta ciumlah bau badannya”.
Semua ini adalah konsep pengenalan atau pacaran dalam perspektif Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar