Senin, 18 April 2011

Jangan takut menikah

Sekitar 75% wanita dan 85% laki-laki yang takut menjalani pernikahan, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor:
Pertama; tidak cocok karena calonnya tidak sesuai impian. Inginnnya mencari pasangan yang sempurna. Segalanya harus perfec. Tidak ada kekurangan sedikitpun. Agamanya bagus, cakep, kaya, keturunan baik-baik, tinggi badan 170 cm, rambut berombak, cerdas, pinter, sabar, penyayang, keibuan, hafal Al-Qur'an, dll. Aduuh, banyak sekali…!! Yang demikian itu tentu susah didapat. Nggak tahu harus cari ke mana. Di super market jelas tidak ada. Akibatnya, setiap kali ada muslimah yang ditawarkan, selalu saja kandas di tengah jalan.
Kaum wanita juga punya kriteria-kriteria tertentu mengenai cowok idaman. Kaya, cakep, atletis, perlente, bergelar doktor atau profesor, minimal pegawai negeri, punya mobil, minimal punya motor Supra, romantis, pengertian, dll. Pokoknya selangit deh…! Karena kriteria-kriteria yang cukup sulit ini, maka banyak para cewek yang telat nikah.
Terkadang ada pemuda/pemudi yang sudah siap segalanya, baik di tinjau dari segi mental maupun penataan ekonomi. Jika Anda mempunyai teman seperti ini, atau mungkin dia itu Anda sendiri, maka perlu disadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jika sikap mental ini terus dipertahankan, maka sampai kapanpun Anda tidak akan pernah menemukan yang Anda impikan.
Karena itu, Rosulullah SAW memberikan arahan kepada umatnya, agar dalam memilih pasangan lebih memprioritaskan unsur agama dan akhlaknya:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلاَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرَبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat faktor: hartanya, keturunanya, kecantikanya, dan agamanya. Carilah wanita yang agamanya kuat, maka kamu akan beruntung”. (HR. Imam Muslim).

Artinya, jika Anda mempunyai kreteria khusus dalam memilih calon pasangan hidup, maka cukup satu saja yang ditekankan, semisal cantiknya saja, gantengnya saja, atau kayanya saja. Semua itu hak Anda masing-masing. Akan tetapi, jika ingin bahagia dunia-akhirat, maka pilihlah yang kuat imannya.
Kedua; merasa kemampuan ekonomi belum mencukupi. Merasa belum punya apa-apa untuk berumah tangga. Alasan ini cukup banyak diutarakan untuk melegitimasi pengunduran waktu pernikahan. Yang dimaksud belum punya apa-apa biasanya bermakna belum punya rumah sendiri, mobil sendiri, HP sendiri, kulkas sendiri, komputer sendiri, laptop sendiri, mesin cuci sendiri, dan seterusnya. Padahal orang yang akan menikah tidak harus memiliki hal-hal tersebut di atas. Rumah ngontrak dulu juga nggak apa-apa. Nggak ada mobil juga nggak masalah. HP, kulkas, atau komputer, tidak jadi syarat dalam pernikahan.
Banyak laki-laki yang kurang PD dengan persoalan ekonomi ini. Hampir sebagian besar problem yang dialami Kaum Adam adalah masalah ekonomi. Padahal sebenarnya mereka sangat mampu untuk memulai pernikahan, namun karena diawali rasa takut akhirnya tertunda terus-menerus.
Perlu diingat, rasa takut atau khawatir seperti itu sebenarnya hanya godaan untuk memperlambat ibadah yang sangat mulia ini.
Dikisahkan, ada seorang Sahabat yang mengeluhkan kondisi ekonominya yang sangat menjempit. Nabi SAW justru menyarankannya untuk menikah. Setelah menikah, ternyata kondisi ekonominya tetap sulit. Sahabat itupun datang lagi menemui Nabi SAW, lalu Nabi SAW menyarankan lagi untuk menikah. Hal itu terulang sampai tiga kali, sehingga Sahabat tersebut mempunyai tiga istri.
Ketika mengungkapkan kesulitanya kepada Nabi SAW untuk keempat kalinya, Nabi SAW tetap menyarankan untuk menikah lagi. Setelah melakukan pernikahanya yang keempat, ternyata kondisi ekonominya semakin hari semakin membaik, bahkan dia termasuk golongan orang kaya.
Dari kisah ini dapat diambil sebuah benang merah, bahwa pernikahan itu sebenarnya adalah pembuka pintu rizki bagi mereka yang masih kesulitan. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (النور : 32)
Artinya: “Dan nikahlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahaya perempuanmu. Jika mereka miskin, maka Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur: 32).
Bahkan di sebagian daerah, ada kiai yang menyarakan untuk melakukan pernikahan ulang (tajdidun nikah), jika pada saat berumah tangga mengalami krisis ekonomi. Ini membuktikan bahwa sebenarnya nikah adalah salah satu ibadah yang mendatangkan rizki. Jika tidak pecaya, buktikan sendiri!
Ketiga, pesan khusus dari orang tua kadang jadi penghalang untuk melangsungkan pernikahan. Sebenarnya sih udah pingin, tapi orang tua saya ingin begini dan begitu, demikian keluh mereka. Orang tua terkadang melarang padahal si anak udah ngebet banget. Alasannya macam-macam, seperti bantu orang tua dululah, rampungkan studimu, lanjutkan dulu karirmu, dll. Permintaan orang tua yang seperti ini sering membuat pemuda dan pemudi mikir lebih panjang tentang pernikahannya.
Sebenarnya tidak ada pertentangan antara menikah dengan berbakti kepada ortu. Secara umum, orang tua berkeinginan anaknya hidup bahagia. Oleh karena itu, kalau si anak mampu meyakinkan ortu tentang kehidupan rumah tangganya, insya Allah kalau mau nikah segera oke-oke saja kok.
Keempat, kekhawatiran tidak bahagia setelah menikah, merasa mental belum siap (minder) untuk menjalani pernikahan. Biasanya hal ini disebabkan beberapa alasan;
 Mempunyai persepsi bahwa nikah itu susah. Ini alasan klasik yang diungkapkan orang. Nikah itu susah, nggak usah terburu-buru. Belum lagi kalau udah punya anak, tambah susah lagi. Akhirnya pengunduran jadwal nikahpun jadi pilihan. Ada juga yang nggak pingin susah kemudian cari jalan pintas. Maunya enak melulu, tanpa mau tanggung jawab. Macem-macem solusinya, bisa pacaran yang terlalu lama, main ke sini, main ke situ, keluar ke sana, keluar ke situ, dan seterusnya.
 Merasa persaingan sangat ketat. Bukan berita baru bila jumlah muslimah hari ini membludak. Bahkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan bisa lebih dari satu banding dua. Akibatnya, banyak muslimah yang tersingkir dan tidak dapat jatah kaum pria. Ini bukan menakut-nakuti, tapi sungguhan. Namun percaya deh, Allah itu Maha Adil terhadap hamba-NYA.
 Pernah mengalami kegagalan dalam bercinta. Sebagian ikhwan maupun akhwat merasa trauma dengan peristiwa kegagalan yang menimpa. Pernah dilamar ataupun melamar tapi batal ataupun ditolak. Kadang tak cuma sekali tapi berkali-kali. Akibatnya, ia jadi putus asa dan takut mengalami hal serupa. Malu banget, demikian katanya. Apalagi bila kegagalannya sempat terdengar oleh teman-teman. Selain itu, terkadang trauma melihat kegagalan dua sejoli yang menikah dan kandas di tengah jalan, atau kadang disebabkan gagalnya pernikahan saudara-saudaranya, atau bahkan orang tunya. Padahal yang sering terjadi, umur sudah cukup dan kemapanan sudah cukup matang.
Memang benar kesiapan mental untuk menjalani pernikahan adalah sebuah keharusan. Kurang siapnya mental akan mempengaruhi kelangsungan rumah tangga. Dari sinilah perlu adanya motifasi orang terdekat untuk memberi semangat agar tidak takut atau khawatir untuk menjalani pernikahan, sebab takdir setiap orang tidaklah sama. Dan yang paling pasti, nikah adalah indah.
Bagi mereka yang selalu merasakan ketakutan untuk menikah dengan berbagai alasan, maka ia perlu untuk menghilangkan rasa takut itu, sebab dengan pernikahan hidup akan semakin indah, akan semakin bersemangat, akan semakin terasa bermakna dengan hadirnya seorang mendamping yang selalu ada setiap saat, baik suka maupun duka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar